Beranda | Artikel
Dorongan Imam Muslim Menyusun Kitab Shahih
Senin, 4 November 2024

Dorongan Imam Muslim Menyusun Kitab Shahih adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Syarah Muqaddimah Shahih Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 31 Oktober 2024 M.

Kajian Islam Tentang Dorongan Imam Muslim Menyusun Kitab Shahih

Dalam pembahasan sebelumnya, disebutkan bahwa dalam Shahih Muslim, terdapat disiplin dan komitmen Imam Muslim untuk hanya mencantumkan para periwayat hadits dengan kualifikasi tertentu. Imam Nawawi rahimahullah menyimpulkan bahwa periwayat dalam Shahih Muslim terbagi dalam tiga tingkatan.

  • Tingkatan pertama adalah orang-orang yang terpecaya dari sisi agama (tanggung jawab dan amanah). Juga dari sisi keahlian dan kekuatan hafalan.
  • Tingkatan kedua, orang-orang yang kedudukannya sama, tetapi sedikit lebih rendah levelnya. Dari sisi agama terpercaya, tapi dari kekuatan hafalan tidak sekuat tingkatan pertama.
  • Tingkatan ketiga adalah orang-orang yang cenderung pada hadits-hadits lemah dan palsu. Maka kita tidak perlu melelahkan diri untuk membahas dan menyebutkan hadits-hadits mereka.

Dalam pertemuan sebelumnya, dijelaskan bahwa Imam Muslim rahimahullah membandingkan beberapa murid Al-Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Sirin. Meskipun sama-sama tsiqah (terpercaya), mereka memiliki tingkatan keilmuan yang berbeda.

Imam Muslim kemudian berkata, “Sekarang saya akan membahasnya,” lalu menyatakan, yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Ini menunjukkan pentingnya seorang guru mendoakan muridnya saat mengajar. Doa dari guru bisa menjadi sebab keberhasilan murid dalam memahami ilmu yang disampaikan. Hal ini perlu dievaluasi dan dipertimbangkan dalam proses belajar-mengajar: betapa baiknya jika guru senantiasa mendoakan muridnya agar mereka diberi kemudahan dalam memahami dan menerima ilmu.

Syaikh Abdul Karim Al-Khudhir hafizhahullah menyebutkan bahwa hukum asal dalam berdoa adalah seseorang mendoakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendoakan orang lain, atau mendoakan secara bersama-sama, seperti dalam doa “Semoga kita semua dirahmati Allah ‘Azza wa Jalla.”

Namun, pada kalimat “yarhamukallah” (semoga Allah merahmati engkau), doa tersebut hanya ditujukan kepada orang lain. Hal ini bisa menjadi sebab seseorang akan didoakan dan diaminkan pula oleh malaikat. Dalam Shahih Muslim disebutkan,

من دعا لأخيه بظهر الغيب قال الملك الموكل به : آمين، ولك بمثل

“Barang siapa yang mendoakan saudaranya dari tempat yang tidak diketahui olehnya, maka malaikat yang ditugaskan Allah untuk orang tersebut akan mendoakan: Amin, dan engkau juga mendapatkan hal yang serupa. (HR. Muslim)

Imam Muslim rahimahullah mendoakan murid-muridnya dan kaum muslimin yang membaca karyanya dalam kitab Shahih Muslim, dengan harapan mendapatkan balasan doa dari malaikat yang turut mendoakan.

Beliau menjelaskan alasannya menulis buku ini bahwa kalaulah bukan karena sering melihat banyak orang mengatasnamakan dirinya sebagai ahli hadits dan memang mengerti ilmu hadits, yang mana mereka dikenal sebagai ahli di zamannya, namun sayangnya mereka sering menyebarkan hadits-hadits yang lemah bahkan riwayat-riwayat yang mungkar di tengah masyarakat. Mereka justru mengesampingkan hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh para imam yang terpercaya, dikenal dengan agama dan amanah yang baik. Mereka memahami bahwa hadits yang mereka sampaikan kepada orang awam adalah hadits yang mungkar, yang dinukil dari perawi yang tidak diridhai alias tidak cakap dalam syarat-syarat periwayatan hadits. Bahkan hadits-hadits ini, yang tersebar di tengah orang awam, dinyatakan mungkar, ditolak, atau dicela oleh para imam hadits seperti Imam Malik bin Anas.

Imam Malik bin Anas rahimahullah, salah seorang imam mazhab yang empat, juga merupakan ulama ahli hadits yang sangat tegas. Beliau wafat pada tahun 160 Hijriah. Selain beliau, ada pula ulama besar lain yang dikenal sebagai pemuka dalam ilmu hadits, seperti Syubah bin Hajjaj yang dijuluki Amirul Mukminin fil Hadits—pemimpin dalam ilmu hadits. Sementara itu, Sufyan bin ‘Uyainah, Yahya bin Sa’id al-Qattan, dan Abdurrahman bin Mahdi, tiga ulama besar lainnya, wafat pada tahun yang sama, yaitu 198 Hijriah. Kepergian mereka yang hampir bersamaan merupakan kerugian besar bagi kaum muslimin, karena mereka adalah simbol ilmu hadits pada masanya.

Di antara para guru Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan penyusun Kutubus Sittah lainnya—buku induk hadits yang enam: Sunan Abi Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, serta Shahih Bukhari dan Shahih Muslim—ada sosok ulama bernama Qutaibah bin Sa’id rahimahullah yang wafat pada tahun 240 Hijriah. Qutaibah bin Sa’id menyampaikan, “Jika engkau melihat seseorang mencintai ahli hadits seperti Yahya bin Sa’id al-Qattan, Abdurrahman bin Mahdi, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ishaq bin Rahuyah, maka ketahuilah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah. Namun, jika engkau mendapati seseorang membenci mereka, ketahuilah bahwa ia adalah pelaku bid’ah.”

Pernyataan ini disampaikan oleh Qutaibah bin Sa’id rahimahullah pada tahun 240 Hijriah. Ucapan tersebut menunjukkan bahwa sejak dahulu kala, ada ulama yang melihat tanda bahwa orang yang tidak suka dengan hadits dan sunnah sering kali juga tidak suka dengan para ulama yang membawa ilmu hadits. Mereka bahkan mencela para ahli hadits, memberi mereka gelar-gelar buruk, seperti “tidak memahami agama” atau “terlalu keras/kaku” dan seterusnya.

Pernyataan serupa juga pernah disampaikan oleh Ahmad bin Sinan al-Qattan, seorang ulama ahli hadits yang wafat pada tahun 256 Hijriah. Beliau mengatakan, “Tidaklah seseorang melakukan kebid’ahan kecuali dia pasti akan membenci Ahlul Hadits. Orang yang tenggelam dalam kebid’ahan, maka akan dicabut nikmat mempelajari hadits dari hatinya.” Subhanallah, nikmat untuk memahami dan mempelajari hadits adalah sesuatu yang amat berharga. Jika seseorang kehilangan kenikmatan ini, bagaimana ia bisa mencintai ilmu hadits?

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54661-dorongan-imam-muslim-menyusun-kitab-shahih/